KRITIK KETUHANAN DI INDONESIA - Paham Ketuhanan indonesia sebenarnya
sudah lama ada bahkan sebelum manusia purba indonesia belum mengenal tulisan
dan bacaan. Sejarah membuktikan bahwa konsep Ketuhanan terdiri dari beberapa
sistem yang terus berkembang seiring dengan bermunculanya pengetahuan dan ilmu
yang makin lama makin modern dan dinamis. Sejarah perkembangan sistem konsep
Ketuhanan jika ditinjau dari perspektif filosofis dan historisnya memiliki
sifat menyeluruh dan umum sejalan dengan pola pikir manusia. Ada beberapa
sistem konsep Ketuhanan dalam sejarah perkembangan manusia. dan sedikit catatan Dewa Surat Diantaranya sebagai
berikut :
A.Dinamisme
Dan Animisme
Masyarakat primitive hidup dengan kesederhanaan dalam
berbagai aspek, baik aspek materi maupun aspek kepercayaan. Pada dasarnya,
hidup mereka tergantung pada alam yang ada disekitar mereka sebab alamlah
satu-satunya sumber kehidupan. Oleh karena itu bagi mereka alam merupakan
faktor yang sangat dominan namun alam yang mereka dambakan itu kadang-kadang
tidak bersahabat. Air yang selama ini mereka anggap sangat bermanfaat bagi
kehidupan, tiba-tiba mendatangkan bencana seperti banjir dan melongsorkan
tanah. Tanah yang selama ini menyuburkan tanaman tiba-tiba bergoyang dan
menghancurkan harta benda.
Hal seperti itulah yang menimbulkan suatu kepercayaan
dalam diri mereka bahwa alam inilah yang memiliki kekuatan yang melebihi
kekuatan manusia. Kekuatan itu tidak tampak dan liar, tetapi mempunyai pengaruh
dalam kehidupan mereka. Dalam masyarakat tertentu kekuatan itu ditanggulangi
dengan berbagai cara. Pada zaman Mesir kuno sungai Nil yang banjir dianggap roh
sungai marah. Untuk membujuk agar roh tersebut tidak marah, maka dikorbankan
seorang anak gadis yang paling cantik. Dari sinilah muncul kepercayaan bahwa
setiap benda yang ada disekeliling kita mempunyai kekuatan mistis. Masyarakat
yang menganut ajaran ini memberi berbagai nama pada kekuatan gaib tersebut.
B.Politeisme
Kepercayaan pada kekuatan gaib yang meningkat menjadi
kepercayaan pada roh disebut animisme. Animisme mengalami beberapa tahap
perkembangan. Pada awalnya para penganut animisme mempercayai semua benda
mempunyai roh. Kemudian dari sekian banyak benda yang mempunyai roh. Ada yang
kuat sehingga menimbulkan pengaruh pada alam. Benda yang paling kuat itu kemudian
dijadikan symbol penyembahan dan peribadatan.
Roh yang menjadi symbol penyembahan tersebut akhirnya
diambil fungsinya dan diberi nama sesuai dengan fungsi tersebut. Nama dari
fungsi itu disebut dewa, seperti Agni adalah dewa api dan Adad adalah dewa hujan
dalam kepercayaan masyarakat babilonia. Dari gambaran tersebut dapat dikatakan
bahwa kepercayaan kepercayaan dari dewa-dewa berasal dari animisme.
Kemudian, mereka juga percaya pada roh manusia. Roh
nenek moyang yang dianggap berkuasa mereka hormati agar mereka selamat dalam
bekerja. Roh nenek moyang bertingkat-tingkat, ada roh kepala keluarga dan roh
kepala suku. Roh kepala suku lebih tinggi dari pada roh-roh yang lain. Karena
itu, roh tersebut sangat dihormati dan sekaligus tempat tumpuan minta keselamatan.
Dalam agama veda ada tiga dewa yang dimuliakan, yaitu
Indra (dewa kekuatan ganas dialam, seperti petir dan hujan), mithra (dewa
cahaya) dan variouna (dewa ketertiban alam). Dalam agama feodal mereka
diannggap mempunyai kedudukan yang lebih tinggi ketimbang dewa prithivi (dewa
bumi), surya,( dewa matahari), dan agni ( dewa api). Dalam agama hindu ada tiga
dewa yang dihormati yaitu brahmana (dewa pencipta), wisnu (dewa pemelihara),
siwa (dewa perusak). Brahaman adalah dewa tertinggi menurut agama hindu.
Anggapan adanya dewa yang tertingi ini juga ada dalam
kepercayaan orang-orang yunani kuno. Mereka menganggap Zeus adalah dewa yang
paling tinggi. Zeus tinggal digunung Olympus. Menurut mitologi Yunani, sebelum
dewa Zeus lahir sudah ada dewa-dewa di Yunani, tetapi tidak memiliki identitas
yang jelas dan masih dalam masa kekacauan serta tidak memiliki tempat tinggal
yang tetap Zeus adalah dewa yang mengubah keadaan yang kacau menjadi tenang.
Zeus menurut masyarakat yunani pada waktu itu dianggap raja para dewa dan
manusia. Kekuasaannya sangat besar, kalau dia menggerakan kepalanya, alam jagat
raya akan bergetar.
Dalam politeisme terdapat pertentangan tugas antara
satu dewa dengan dewa yang lain. Dewa-dewa yang demikian tidak selamanya
mengerjakan kerja sama. Umpamanya, dewa kemarau dapat bertentangan dengan dewa
hujan. Oleh karena itu penganut politeisme kalau dia meminta hujan tidak cukup
hanya berdoa kepada dewa hujan tetapi harus berdoa kepada dewa kemarau agar ia
tidak menghalangi dewa hujan. Bagi seseorang yang tidak terbiasa dengan sistem
kepercayaan ini terkesan merepotkan.
Tuhan, dalam paham politeisme dapat bertambah dan
berkurang seorang politeisme ketika melihat sesuatu yang aneh ia akan berkata,”
Oh Tuhan baru sudah muncul !” . Dalam masyarakat politeisme segala sesuatu yang
misterius segera didewakan. Penganut politeisme yang bekerja dipabrik bisa saja
menyembah mesin-mesin atau alat-alat yang dipakai di laboratorium dan ketika
kejadian itu tidak aneh lagi dan tidak berpengaruh lagi pada kehidupan maka
tuhan sudah pergi dan digantikan dengan yang lain, pelangi, dalam masyarakat
yunani kuno dianggap sebagai bidadari (dewi yang sedang mandi). Kemudian tidak
dianggap lagi bidadari, tetapi hanya dianggap sebagai gejala alam biasa.
Hal-hal serupa ini menakjubkan sekaligus merepotkan bagi orang-orang yang tidak
biasa hidup dalam suasana politeisme.
C.Henoteisme Dan Monoteisme
Henoteisme adalah kepercayan yang
tidak meyangkal tuhan yang banyak tetapi hanya mengakui satu Tuhan tunggal
sebagai tuhan yang disembah. Orang-orang yang berfikir lebih mendalam sistem
kepercayaan politeisme tidak memuaskan karena itu mereka mencari sistem
kepercayaan yang lebih masuk akal dan sekaligus lebih memuaskan. Kepercayaan
kepada satu tuhan lebih mendatangkan kepuasan dan dapat diterima akal sehat.
Dan dari sini, timbullah aliran yang mengutamakan satu dewa dari beberapa dewa
untuk disembah. Dewa atau tuhan ini dianggap sebagai kepala atau bapak dari
tuhan-tuhan yang lain. Zeus dalam agama Yunani kuno atau brahmanadalam agama
hindu.
Kajian lebih dalam mengenai konsep
Ketuhanan dalam sejarah peradaban Manusia, dapat ditarik benang merah bahwa
Tuhan dalam pikiran manusia hanyalah sebagai suatu roh yang memiliki kekuatan
melebihi manusia. Dan itu banyak dibuktikan dengan adanya suatu fenomena alam
yang manusianya sendiri berpikir bahwa itu merupakan keajaiban diluar kehendak
manusia. Ketakutan dan kecendrungan berpikir abstrak yang menimbulkan paham
demikian. Manusia pada dasarnya memiliki penelaran tanpa batas, namun dengan
adanya faktor eksternal manusia semakin mempersempit pandangan terhadap
dirinya. Pemangkasan pemikiran secara konkrit dan realistis menggerakan manusia
untuk berpikir dan bertindak susuai dengan apa yang diyakini dan diamini.
Meskipun secara ilmiah belum ada yang membuktikan bahwa agama yang menampung
paham Ketuhanan berabad – abad lamanya masuk dalam kualifikasih ilmu
pengetahuan. Tidak adanya bukti empiris yang di trima secara umum. Agama
memfokuskan pengajaran pada setiap individu dan kesaktianya hanya bisa
dirasakan pada setiap individu. Agama selalu berbicara hati dan moral tanpa
membicarakan faktor dasar dari tindakan manusia. Secara logis manusia bisa
dinilai sebagai manusia hanya jika ada suatu tindakan lahiriah. Dan untuk
mengerti hakekat manusia maka diperlukanya kajian pada tindakan lahiriah
manusia, bukan hati dan moral.
Kritik Paham
Ketuhanan di Indonesia
Sudah lama bahkan hampir
usang Negara Indonesia adalah negara yang ber-Tuhan. Hal demikian jelas
ditunjukkan dalam sila pertama pada Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.
Akan tetapi, yang menjadi
pertanyaan besar dan harus dijawab oleh para ilmuan indonesia adalah apakah
Indonesia memang benar – benar merupakan
sebuah negara yang ber-Tuhan? Yang perlu dijadikan catatan disini adalah bahwa
Tuhan yang diakui di Indonesia adalah sebuah realitas transenden yang berada di
luar jangkauan manusia dan penuh dengan kesempurnaan. Ia juga dipuja melalui
beberapa agama yang dijadikan saluran resmi untuk memuji-Nya. Namun pada
kenyataanya, realitas sosial di Indonesia berkata sebaliknya. Tuhan tidak ada
di Indonesia. Segenap agama yang ada tidak lebih daripada sebatas emblem untuk
menyatakan diri benar dan yang lain adalah salah. Hal demikian menurut teori
kritik agama karl Mark, agama hanya sebagai candu masyarakat. Candu yang jika
ada suatu fenomena terbalik maka manusia dengan sigap dan sadar mengasingkan
diri dari dunia nyata dan mencoba untuk lari kedunia abstrak.
Lebih jauh lagi, agama yang seharusnya bisa dijadikan saluran untuk
memanifestasikan sifat-sifat Tuhan disalahgunakan untuk melakukan berbagai tindakan
dalam menyusun kebijakan. Agama yang dianut kini tidak lagi menunjukkan
manifestasi sifat-sifat Tuhan yang ada. Agama menjadi sangat destruktif dan
Tuhan sebagai sebuah realitas transenden yang dipuja melalui agama kini nampak
hanya sebagai sebuah “backing”pembenaran
tindakan para penguasa untuk menindas rakyat. Menciptakan suatu ilusi dari
sesuatu yang dipandang agung oleh semua lapisan masyarakat.
Hal inilah yang mejadi
masalah perihal Tuhan dan agama di Indonesia. Apakah yang dimaksud dengan Tuhan?
Secara filosofis manusia menganggap suatu roh atau benda menjadi Tuhan karena
di situ termuat suatu kebenaran yang bisa di terima oleh akal. Jika kebenaran
itu adalah Tuhan, apakah kebenaran itu selamanya benar. Apakah Tuhan dalam
perspektif filosofi indonesia relevan dengan aplikasi konsep ketuhanan yang
tertuang dalam pancasila di sila pertama. Tuhan yang hingga saat ini masih
dipahami sebagai realitas transenden diluar digunakan untuk membungkus tindakan
inkonstitusional. Kini kehitaman mereka dibuat seolah menjadi putih, hanya
karena menggunakan agama dan hanya juga karena menggunakan Tuhan.
0 Responses to “KRITIK KETUHANAN DI INDONESIA”
Post a Comment