UANG dan KEBAHAGIAAN

katafajril.blogspot.com - Sampai hari ini aku belum tahu, pada abad dan zaman apa uang itu ada sebagai alat pembayaran. Dari beberapa kajian sejarah tentang transisi peradaban manusia yang saya jumpai dalam tiap lembar buku, belum ada penjelasan yg detail kapan dan dimana uang itu untuk pertama kali ada sebagai alat pembayaran. Yang kumaksud adalah, belum adanya konsensus dari beberapa ahli sejarah, yang sependapat bahwa pada angka berapa, dimana, pada zaman apa dan oleh siapa uang itu di adakan. Cukup melelahkan memang untuk sekedar tahu. Tapi bagiku itu cukup penting, mengingat aku tidak akan bisa hidup jika tidak ada uang di saku celana sebelah kiriku.

Masih tidak tahu ?. well, Mungkin hal itu diakibatkan oleh daya dan rasa ketertarikanku pada buku yang kurasakan beberapa bulan ini, kurang. Ya, aku kurang baca buku beberapa bulan terakhir.

Beberapa tahun yang lalu aku sedikit mempelajari tentang sebuah teori. Teori dan/ atau filsafat sejarah yang bernama materialisme historis. Cukup rumit bagiku. Tapi akhirnya aku menemukan sebuah benang merah dari teori tersebut. Bahwa apa yang mendasari suatu perubahan yang dilakukan atau dialami oleh tiap manusia di belahan bumi manapun, tidak bisa dilepaskan dari keadaan materi yang ada sebelumnya. Semua memiliki keterikatan yang bersifat integral. Untuk memahami satu  rangkaian yang ada, adalah dengan memahami rangkaian yang lainya pula. Penjelasan ilmiahnya cukup rumit untuk dipahami dengan singkat. Tapi ada beberapa contoh yang akan menunjukan, betapa rasional dan relevanya teori tersebut untuk menjelaskan UANG dan KEBAHAGIAAN berdasarkan logika murahanku.

Logika yang  kugunakan kira-kira seperti ini :

Pertama-tama yang harus - dan jangan sampai tidak tahu - kita harus mengetahui bahwa yang menjadi alat tukar untuk mendapatkan barang atau jasa adalah dengan komoditas satu ditukarkan dengan komoditas lainya. Kita mengenal sistem itu dengan sebutan sistem barter. Sistem tersebut berlangsung selama ratusan atau bahkan ribuan tahun, pada kehidupan manusia di tiap belahan dunia manapun. Mengapa sistem itu yang digunakan ? Karena manusia masih belum memberikan nilai terhadap komoditas yang mereka miliki maupun yang tidak mereka miliki. Mereka melakukan barter karena dorongan akan kebutuhan. Bukan karena untuk kepemilikan pribadi yang sekarang mungkin kita menyebutnya aset kekayaan.

Kedua, karena karakter manusia yang selalu bersifat dinamis, dialektis, dan materialis, akhirnya manusia mengenal akan sebuah nilai penting terhadap komoditas. nilai yang diyakini sebagai bentuk keluhuran, kejayaan, martabat, dan keberbedaan tiap komoditas. Nilai yang sifatnya hirarkis, akhirnya membuat suatu perbedaan secara vertikal. Tidak semua orang bisa memiliki komoditas yang bernilai tinggi, hanya dengan menukarkan dengan komoditas yang nilainya lebih rendah. Kemudian karena keberbedaan tersebut, manusia akhirnya berpikir untuk membuat suatu alat yang secara simbolik, mencerminkan betapa bedanya nilai komoditas yang satu dengan komoditas yang lain. Apakah alat itu yang kita sebut uang ?

Ketiga, dalam aktivitas pembuatan alat simbolik tersebut, tidaklah berjalan dengan mudah begitu saja. Pada dasarnya manusia memiliki sifat yang sama, yaitu sama-sama cepat dalam mempelajari hal-hal baru. Jika satu manusia dapat membuat alat simbolik tersebut, maka tidak menutup kemungkinan manusia yang satunya lagi bisa membuat benda yang sama. Jika hal yang demikian terjadi, maka percuma manusia memberikan nilai terhadap komoditas. Artinya semua manusia bisa membuat benda yang sama, maka tidak ada yang beda dari tiap komoditas. Lalu siapa yang berhak untuk membuat alat simbolik tersebut ?. Yang berhak adalah para tetua atau penguasa dalam suatu komunitas manusia.

Keempat, kekuasaan para tetua dalam mengatur lalu lintas pertukaran tiap komoditas yang ada, berimplikasi tidak bebasnya manusia untuk memiliki komoditas yang mereka butuhkan. Karena hal tersebut semakin jelas dengan adanya alat tukar baru, tidak lupa juga bahwa untuk memiliki alat tukar yang baru itu manusia harus menukarkan komoditas yang mereka miliki kepada penguasa mereka, sifat ingin memiliki komoditas secara pribadi pun lahir dengan begitu gegap gempitanya. Kesenjangan manusia semakin nampak jelas, ketika untuk memiliki komoditas yang mereka butuhkan, adalah dengan memiliki alat tukar itu dulu baru kemudian ditukarkan kembali dengan komoditas yang mereka butuhkan. Cara yang lama kini hilang secara keseluruhan, bahwa pada masa lalu mereka mengukur nilai komoditas berdasarkan kebutuhan, bukan kemampuan.

Kelima, seirama dengan hirarki nilai tiap komoditas, maka manusia pun juga demikian. Manusia semakin bisa membedakan apa yang disebut bahagia dengan dapatnya manusia memenuhi akan semua kebutuhanya dan manusia tidak bahagia dengan tidak dapatnya mereka memenuhi kebutuhan karena faktor kemampuan. Semakin meringseknya waktu bagi manusia untuk mempertahankan hidup, maka tiap manusia berkewajiban untuk memperjuangkan diri mereka secara individual. Manusia yang hidup sebagai manusia mayoritas dalam suatu wilayah kekuasaan sang penguasa, lama kelamaan menjadi sekumpulan manusia yang memiliki nasib yang sama. Yaitu nasib dalam mendapatkan alat tukar yang diproduksi oleh penguasa.

Keenam, dewasa ini kita mengenal alat tersebut dengan sebutan uang. Banyak yang lupa atau bahkan tidak tahu, bahkan aku sendiri, mengapa uang begitu sangat berharga. Yang jelas uang adalah alat yang sangat canggih untuk menentukan seberapa kuat, senilai apa sebesar apa manusia. UANG lah alat yang membedakan antara si manusia miskin dan si manusia kaya. Yang membedakan dengan sangat jelas, manusia yang bisa bahagia karena kebutuhannya terpenuhi dan manusia yang tidak bisa bahagia karena kemampuanya yang tidak seimbang dengan kebutuhan yang ingin mereka penuhi.

Siapa aku ? Bagian kecil dari aku, aku adalah mahasiswa Fakultas hukum yang cukup bahagia karena bisa menukarkan uang dengan jam mata kuliah serta buku-buku hukum yang sekarang numpuk di bawah kolong tempat tidurku. Aku adalah anak dari pengusaha tempat makan yang cukup bahagia karena si pengusaha tahu, bahwa yang dibutuhkan oleh anaknya ini adalah alat tukar, uang, untuk kemudian ditukarkan kembali dengan tiga piring nasi, kopi dan sebungkus rokok tiap harinya. Aku adalah teman dari teman-temanku yang cukup bahagia karena mereka bersedia menukarkan uang mereka dengan secangkir kopi ketika kita bertemu di warung kopi. Aku adalah teman dari salah satu gadis cantik di kampus yang cukup bahagia karena bisa menukarkan uang dengan setangkai bunga yang akhirnya dapat membuat dia tersenyum bahagia di depanku. Aku adalah orang beragama yang cukup bahagia karena bisa menjadikan uang sebagai bentuk kongkrit sedekah bagi sodara seagama dan seManusia. Dan aku adalah manusia yang cukup bahagia karena bisa menukarkan uang dengan gadget, sehinggga bisa menulis tulisan kecil ini.

Kurang lebih seperti itu.

0 Responses to “UANG dan KEBAHAGIAAN”

Post a Comment