SEKILAS GABUNGAN
BERITA
Rancangan
Undang-Undang Keamanan Nasional atau RUU Kamnas yang belum lama disampaikan
pemerintah dalam rapat kerja dengan panitia khusus RUU Kamnas dan menjadi
rancangan undang-undang yang menuai pro dan kontra dari banyak kalangan baik
pemerintah, masyarakat maupun aktivis mahasiswa. RUU kamnas dalam pembahasan
anggota dewan komisi I dan komisi III menuai beberapa pendapat yg bersifat
kritik dan saran. Pokok permasalahan terfokus pada subtansi dan filosofi isi
dari beberapa pasal. Dan Setelah melalui proses harmonisasi, jumlah pasal RUU
Kamnas mengerucut dari 60 menjadi 55. Namun pengerucutan itu tak membuat materi
RUU Kamnas ‘bersih’ dari kritik. Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin,
berpendapat masih ada delapan pasal krusial yang potensial membahayakan
kehidupan masyarakat sipil. Mengaku sudah membaca draf terbaru, Hasanuddin
mengatakan potensi bahaya dalam pasal-pasal itu layak dikritik sewaktu
pembahasan. Ia melihat filosofi pasal-pasal itu cenderung mengembalikan
kekuasaan TNI ala era Orde Baru.
‘Kalau mau kembalikan peran TNI seperti zaman Orba dulu, mari kita berlakukan undang-undang ini. Kalau mau reformasi dilanjutkan, ya mari kita kritisi (kritik, red.),” ujarnya di gedung DPR.
Inilah pasal-pasal yang dinilai Hasanuddin bermasalah. Pasal 14 ayat (1) menyebutkan “Status hukum keadaan darurat militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c diberlakukan apabila terjadi kerusuhan sosial yang disertai tindakan anarkistis masif atau pemberontakan dan/atau separatis bersenjata, yang mengakibatkan Pemerintah sipil tidak berfungsi dan membahayakan kedaulatan negara, disintegrasi bangsa dan keselamatan bangsa di sebagian wilayah atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Darurat militer dapat diberlakukan jika terdapat pemberontakan senjata, atau setidaknya serangan militer dari luar. “Untuk urusan sosial, misalnya seperti kerusuhan 1998, tak perlu darurat militer, cukup darurat sipil. Kalau darurat sipil, seharusnya TNI tak perlu masuk,” . Kemudian dalam kondisi darurat ini, aparat berwenang bisa melakukan penyadapan dan penangkapan siapa pun yang dianggap mengganggu keamanan nasional.
Pasal 17 ayat (4) menyebutkan, “Ketentuan mengenai bentuk ancaman bersifat potensial atau bersifat aktual sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden”. Pasal ini berbahaya karena bisa saja presiden membuat skenario ancaman. Kalau ada pemogokan buruh misalnya. Mengenai hal ini kita jangan melupakan bahwa otoritas pemerintah juga bisa melakukan manuver politik yang didorong karena adanya kepentintngan.
Pasal 22 ayat (1) menyebutkan, “Penyelenggaraan Keamanan Nasional melibatkan peran aktif penyelenggara Intelijen negara”.Dalam penyelengaraan Kamnas, intelijen negara masih berperan besar. “Mestinya dibuat jelas mana intelijen yang boleh dan yang tidak,” .
Pasal 27 ayat (1) menyebutkan, “Panglima Tentara Nasional Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan operasional dan strategi militer berdasarkan kebijakan dan strategi penyelenggaraan pertahanan negara dalam rangka pelaksanaan Keamanan Nasional”. Panglima TNI hanya menyelenggarakan operasi militer berdasarkan fungsi TNI. bukan sebaliknya mengikuti kebijakan Dewan Pengawas. Bagaimana kalau kebijakan itu di luar tugas militer sesuai undang-undang? Apakah searah dengan tugas asli militer.
sebagai bahan peretimbangan mengenai fungsi TNI antar a UU TNI dan RUU Kamnas, berikut mengenai fungsi TNI sesuai dengan UU TNI Pasal 7 ayat (1), Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. (2) Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
‘Kalau mau kembalikan peran TNI seperti zaman Orba dulu, mari kita berlakukan undang-undang ini. Kalau mau reformasi dilanjutkan, ya mari kita kritisi (kritik, red.),” ujarnya di gedung DPR.
Inilah pasal-pasal yang dinilai Hasanuddin bermasalah. Pasal 14 ayat (1) menyebutkan “Status hukum keadaan darurat militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c diberlakukan apabila terjadi kerusuhan sosial yang disertai tindakan anarkistis masif atau pemberontakan dan/atau separatis bersenjata, yang mengakibatkan Pemerintah sipil tidak berfungsi dan membahayakan kedaulatan negara, disintegrasi bangsa dan keselamatan bangsa di sebagian wilayah atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Darurat militer dapat diberlakukan jika terdapat pemberontakan senjata, atau setidaknya serangan militer dari luar. “Untuk urusan sosial, misalnya seperti kerusuhan 1998, tak perlu darurat militer, cukup darurat sipil. Kalau darurat sipil, seharusnya TNI tak perlu masuk,” . Kemudian dalam kondisi darurat ini, aparat berwenang bisa melakukan penyadapan dan penangkapan siapa pun yang dianggap mengganggu keamanan nasional.
Pasal 17 ayat (4) menyebutkan, “Ketentuan mengenai bentuk ancaman bersifat potensial atau bersifat aktual sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden”. Pasal ini berbahaya karena bisa saja presiden membuat skenario ancaman. Kalau ada pemogokan buruh misalnya. Mengenai hal ini kita jangan melupakan bahwa otoritas pemerintah juga bisa melakukan manuver politik yang didorong karena adanya kepentintngan.
Pasal 22 ayat (1) menyebutkan, “Penyelenggaraan Keamanan Nasional melibatkan peran aktif penyelenggara Intelijen negara”.Dalam penyelengaraan Kamnas, intelijen negara masih berperan besar. “Mestinya dibuat jelas mana intelijen yang boleh dan yang tidak,” .
Pasal 27 ayat (1) menyebutkan, “Panglima Tentara Nasional Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan operasional dan strategi militer berdasarkan kebijakan dan strategi penyelenggaraan pertahanan negara dalam rangka pelaksanaan Keamanan Nasional”. Panglima TNI hanya menyelenggarakan operasi militer berdasarkan fungsi TNI. bukan sebaliknya mengikuti kebijakan Dewan Pengawas. Bagaimana kalau kebijakan itu di luar tugas militer sesuai undang-undang? Apakah searah dengan tugas asli militer.
sebagai bahan peretimbangan mengenai fungsi TNI antar a UU TNI dan RUU Kamnas, berikut mengenai fungsi TNI sesuai dengan UU TNI Pasal 7 ayat (1), Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. (2) Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
1. operasi
militer untuk perang
2. operasi
militer selain perang, yaitu untuk:
1. mengatasi
gerakan separatis bersenjata
2. mengatasi pemberontakan bersenjata
3. mengatasi
aksi terorisme
4. mengamankan
wilayah perbatasan
5. mengamankan
obyek vital nasional yang bersifat strategis
6. melaksanakan
tugas perdamaian dunia sesuai
dengan kebijakan politik luar negeri
7. mengamankan
Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya
8. memberdayakan
wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem
pertahanan semesta
9. membantu
tugas pemerintahan di daerah
10. membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang
11. membantu
mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing
yang sedang berada di Indonesia
12. membantu
menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan
kemanusiaan
13. membantu
pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (bahasa Inggris: search
and rescue)
14. membantu
pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan,
perompakan, dan penyelundupan.
Pada angka 12 ini memang seharusnya linier dengan RUU,
dan kalau memang betul demikian ini termasuk beberapa point positif dari RUU
Kamnas jika ada aturan yang mengatur
seperti itu.
Pasal 30 ayat (2) menyebutkan, “Presiden dalam penyelenggaraan Keamanan Nasional dapat mengerahkan unsur Tentara Nasional Indonesia untuk menangulangi Ancaman bersenjata pada keadaan tertib sipil sesuai eskalasi dan keadaan Bencana”. TNI bisa dikerahkan menghadapi pelaku kriminal berbahaya.
Pasal 32 ayat (2) menyebutkan, “Pelibatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menghadapi Ancaman Militer diselenggarakan melalui komponen cadangan dan komponen pendukung”. RUU Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung (KCKP) sedang dibahas.
Pasal 48 ayat (1) huruf c menyebutkan, “Komando dan kendali tingkat operasional di tangan panglima/komandan satuan gabungan terpadu”. Dengan kata lain, Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) yang berperan mengendalikan operasional wilayah provinsi.
Pasal 48 ayat (1) huruf d, menyebutkan, “Komando dan kendali tingkat taktis di tangan komandan satuan taktis”. Pasal ini menunjukan penanganan di tingkat kabupaten dilaksanakan pejabat setingkat Komando Bataliyon dan atau Komando Distrik Militer (Kodim).
Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya berdapat RUU Kamnas penting untuk dibahas karena materinya mengatur stabilitas keamanan. “Kita menganggap penting adanya UU Kamnas itu asal tidak bertabrakan dengan undang-undang yang sudah ada, UU TNI, Polri, Intelijen dan PKS,” ujarnya.
Ia sepakat pasal-pasal krusial perlu dikritik. “Undang-undang ini tidak boleh memangkas supremasi sipil, tidak mengadopsi kebebasan demokrasi. Ketika hal-hal itu dipenuhi pemerintah, kita anggap undang-undang itu perlu,” katanya.
Senada, Ketua DPR Marzuki Alie dalam rapat sidang paripurna penutupan masa sidang I, berharap RUU Kamnas yang telah mengerucut menjadi 55 pasal itu dapat terintegrasi dengan perundangan yang sudah ada. “RUU yang akan dibahas ini hendaknya jangan sampai ‘menabrak undang-undang yang sudah ada, dan hendaknya tetap mengedapankan supremasi sipil, mengakomodasi semangat reformasi dan menegakan nilai-nilai demokrasi, hukum dan HAM yang selama ini kita perjuangkan bersama.
( SISI
LAIN )
Ada beberapa poin
penting yang sering disebut dalam RUU Kamnas, yaitu keamanan dan kedaulatan.
Selama ini Indonesia belumlah menjadi negara aman dan berdaulat. Hal ini
dibuktikan dengan berbagai kondisi kemanan yang tidak kondusif. Kriminalitas,
pencurian, pembunuhan, tawuran, dan lainnya. Kedaulatan yang selama ini
didengungkan pun terkoyak. Negara ini belum memberikan contoh terbaik bagi
rakyatnya. Lihatlah fakta korupsi sebagai potret buruk pemerintahan. Kejelasan
dan ketegasan hukum makin kabur bukan hanya pada aturan yang di bukukan, namun
juga pada penegakan.
Jika kita lihat
dari keseluruhan aspek, Negara ini masih terjajah secara ekonomi, politik, dan
budaya. Kalaupun berdaulat hanya dijadikan sebagai legitimasi bahwa pemerintah
ini telah mengurusi rakyatnya. Hukum hanya dijadikan instrument politik demi
kepentingan para aktor di kelembagaan tinggi negara. Apa pun yang terjadi saat
ini sebagaimana contoh sebelumnya merupakan kesalahan paradigma pengelolaan
negara ini dan ketidakjelasan ideologi negara dalam mengatur rakyatnya. Dari
sektor ini pula ada sebuah pertanyaan besar, ideologi yang seperti apakah yang
dianut bangsa ini???
Sedikit
perspektif dari RUU KAMNAS :
Bab III-Ruang
Lingkup Kemanan Nasional- pasal 5-9. Pasal tersebut menjelaskan keamanan
insani, publik, ke dalam dan ke luar. Terlihat seolah keamanan melingkupi
setiap unsur yang ada di negeri ini. Uraian dalam pasal-pasal tersebut pun
menjelaskan demikian. Hal yang patut dicatat adalah tujuan dari itu semua untuk
terpeliharannya keselamatan bangsa. Ruang lingkup ini jelas bertentangan dengan
definisi masyarakat. Masyarakat yang terdiri dari pemikiran, perasaan, dan
peraturan yang sama. Selama ini yang ada pun pemerintah berlepas tanggung jawab
dalam memberikan rasa aman bagi rakyat. Hal yang mengerikan saat ini terjadi
adalah bentuk teror yang dilakukan pihak keamanan dengan mengatasnamakan penangkapan
terorisme.
Terkait keamanan
ke dalam dan ke luar hal ini sarat dengan kepentingan penguasa. Hal yang patut
dicatat adalah ketiadaan definisi yang mengancam kedaulatan NKRI. Kedaulatan
seperti apa yang dimaksud? Toh, selama ini kedaulatan negeri ini dikoyak oleh
asing atas nama investasi. Kedaulatan negeri ini juga terjajah oleh pemikiran,
sistem, dan aturan asing. Secara tidak langsung terjadi perbudakan tersistem di
indonesia yang di aktor utamakan oleh
penguasa yang memiliki otoritas tinggi di kelembagaan Negara. Dimulai dari
perbudakan di sektor produksi yang kemudian mengerucut di sektor politik dan
hukum sebagai instrumen tambahan untuk membuatnya tambah harmonis.
Enak’eeeeeeeeeeeeeeeeee...............okey, lanjut!
Pasal 9a terkait
keamanan ke luar ada unsur berbahaya yang dapat dimasuki intervensi
asing. Hal ini terkait hubungan bilateral dan multilateral bidang pertahanan.
Intervensi ini akan semakin mengancam kedaulatan negara jika negara lain
bekerjasama. Beberapa bukti dalam bidang pertahanan sering pasukan asing dengan
mudah masuk Indonesia. Ini harus benar- benar dikaji lebih kritis karena bukan
sesuatu yang mustahil apabila pertahanan
Negara gampang dimasuki intervensi asing karena adanya kepentingan. Tidak
segan- segan Mereka pun mengatasnamakan kerja sama dan hubungan baik. Tentu hal
ini berbahaya mengingat pasukan asing akan memetakan setiap jengkal wilayah
Indonesia dan akan menancapkan kuku penjajahan secara militer.
Masih dalam pasal
9a terkait diplomasi serta mediasi. Hal yang patut dicatat adalah diplomasi dan
mediasi sering digunakan negara super power untuk meredam perlawanan. Tampak
istilah mediasi dan diplomasi begitu indah. Padahal sesungguhnya merupakan
bentuk kekalahan Indonesia kepada ancaman militer luar negeri. Lantas, di mana
pelindungan negara terhadap rakyatnya ? Maka bahasa yang tepat untuk melawan
penjajahan adalah perang bukan diplomasi dan mediasi.
Bab IV-Ancaman
Keamanan Nasional- pasal 16 dan 17. Terkait spektrum ancaman pun tidak jelas.
Masih menyisahkan ambiguitas, apakah yang dimaksud dengan keamanan Nasional.
Apakah aksi mogok kaum buruh terhadap perusahaan sebagai bentuk protes karena
minimnya gaji termasuk ancaman keamanan Nasional mengingat hal demikian
berpengaruh terhadap suhu politik dan ekonomi Negara?. Spektrum ini bisa
digunakan siapa pun termasuk untuk kepentingan penguasa contoh, dengan membuat
skenario. Mengingat disebutkan ancaman paling lunak dan paling keras dengan
berbagai macam bentuknya. Terkait juga sasaran ancaman empat komponen. Yang
lebih mengebiri peran rakyat adalah ancaman keberlangsungan pembangunan
nasional. Rakyat tidak diberikan kesempatan untuk mengoreksi jika di tengah
pembangunan nasional ada sesuatu yang salah. Koreksi dianggap ancaman dan
menghambat pembangunan. Hal ini dapat diamati pada masa orde baru berupa
penculikan para aktifis. Saat orde reformasi pun suara rakyat yang menginginkan
kembali penegakan syariah Islam mulai dibungkam. Hal ini pun akan melanggengkan
satus quo. Sasaran ancaman terhadap insani pun demikian. Sebagaimana disebutkan
dalam penjelasan pasal 16 ayat 2d bahwa warga negara baik warga negara
Indonesia maupun asing dilindungi. Maka yang perlu dijelaskan kepada publik
adalah warga negara asing yang seperti apa yang dilindungi? Jika selama ini
warga negara asing yang justru mengeruk kekayaan Indonesia dilindungi. Satu hal
yang harus ditancap dalam-dalam di ingatan dan benak masyarakat indonesia,
indonesia adalah gudangnya emas bagi warga asing dengan cara menginventasikan
modal demi keuntungan mereka dan keuntungan penguasa lokal khususnya. Lantas,
di mana perlindungan negara kepada kekayaan negeri ini?
Pasal 17 yang
menjelaskan jenis dan bentuk ancaman pun terlalu luas cakupannya. Terkait
ancaman tidak bersenjata hal ini dapat dimanfaatkan penguasa untuk membungkam
lawan politiknya.. Siapa pun—termasuk rakyat—jika berseberangan dengan
pemerintah dapat terkena pasal ini. Seharusnya harus memiliki fokus, jenis
ancaman seperti apakah yang seharusnya.
Bab V merupakan
bab yang mengandung banyak pasal dan bagian. Penjelasan panjang lebar terkait
penyelenggara keamanan nasional ada di bab tersebut. Ada beberapa pasal yang
memang sarat kepentingan dan seret dalam penerapan.
Pasal 18 terkait asas penyelenggaraan Kamnas membuktikan jika negara ini dalam mengatur kehidupan rakyat tidak berasas. Sangat naif jika disandarkan pada tujuan, manfaat, terpadu dan sinergis. Hal ini merupakan kekalahan pemerintah dan bukti tidak mampu menjaga rakyatnya. Pemerintah yang ada tidak independen. Asas yang tidak jelas dan bias ini akan semakin menunjukkan kengawuran penerapan RUU Kamnas. Seharusnya Kamnas betul-betul dijalankan pemerintah karena ini merupakan tanggung jawabnya. Dengan catatan tidak adanya multi tafsir dari tiap pasal dan penerapanya.
Pasal 18 terkait asas penyelenggaraan Kamnas membuktikan jika negara ini dalam mengatur kehidupan rakyat tidak berasas. Sangat naif jika disandarkan pada tujuan, manfaat, terpadu dan sinergis. Hal ini merupakan kekalahan pemerintah dan bukti tidak mampu menjaga rakyatnya. Pemerintah yang ada tidak independen. Asas yang tidak jelas dan bias ini akan semakin menunjukkan kengawuran penerapan RUU Kamnas. Seharusnya Kamnas betul-betul dijalankan pemerintah karena ini merupakan tanggung jawabnya. Dengan catatan tidak adanya multi tafsir dari tiap pasal dan penerapanya.
Pasal 19 terkait
prinsip keselarasan Kamnas. Sangat jelas keselarasan tersebut tidak disandarkan
pada ideologi atau aturan hidup yang benar dan sesuai fitrah manusia.
Nilai-nilai agama dikebiri. Tampak keselarasan Kamnas ini bertentangan dengan
prinsip hidup umat beragama di Indonesia. Konsep demokrasi, HAM, dan hukum
internasional menunjukkan bahwa negara ini mengekor pada kepentingan asing.
Selama ini terbukti bahwa jika nilai agama dikebiri, konflik sering terjadi di
tengah masyarakat. Bahkan jika diamati secara mendalam pemerintahlah yang menciptakan
ketidakstabilan dalam seluruh prinsip keselarasan Kamnas. Lihatlah, hak ekonomi
rakyat dikebiri dengan penerapan ekonomi kapitalis-liberal. Hukum nasional
dibuat tajam kepada rakyat, namun tumpul ke atas (jajaran pemerintah).
Demokrasi dan HAM yang didewakan dijadikan kedok untuk menutupi kebusukan dan
kebobrokan pengurusan urusan rakyat. Hak-hak rakyat banyak dikebiri.
Sesungguhnya keselarasan prinsip ini tidak akan mampu menciptakan Kamnas,
karena bertentangan sekali dengan prinsip dan nilai-nilai demokrasi.
Lihat Juga : Contoh Surat Lamaran Kerja Dalam Bahasa Inggris Terbaru 2016
Lihat Juga : Contoh Surat Lamaran Kerja Dalam Bahasa Inggris Terbaru 2016
Pasal 20 terkait
unsur penyelenggara Kamnas. Terlalu banyak unsur yang ada dari tingkat pusat
hingga daerah. Komponen masyarakat pun dilibatkan. Pertanyaannya, efektifkah
dengan semua itu? Lalu tanggung jawab pemerintah dan kepala negara dimana dalam
menjaga Kamnas? Unsur penyelenggara Kamnas pun terindikasi tumpang tindih
bahkan sering dimanfaatkan beberapa lembaga untuk mengeruk dana dari asing
ketika dana dari pemerintah kurang. Di sinilah asing dapat bermain atas nama
bantuan penanggulangan narkoba, terorisme, dan penanggulangan bencana. Lembaga
asing seperti USAID, AUSAID, dan yang lainnya sering berkedok untuk memberikan
sumbangan pembangunan. Padahal inilah bentuk penjajahan terstruktur ( baca :
terlembaga) dan terencana untuk
menjadikan Indonesia terpuruk. Hayoooooo,,,,,,,
Pasal 22 yang
melibatkan unsur intelijen patut dipertanyakan. RUU ini Kamnas? Atau RUU
Intelijen? Intelijen yang ada di Indonesia kerap digunakan sebagai kepentingan
penguasa. Tidak jarang informasi yang diberikan pun tendensius. Intelijen
ketika hadir di RUU Kamnas ini akan membentuk pemerintahan baru yang disokong
Intelijen. Seharusnya intelijen bekerja lebih profesional bukan dengan
memata-matai rakyat sendiri. Sementara, penjajah asing atau bahkan musuh negara
tidak pernah tersentuh intelijen. Aktifitas mereka tetap aman dan tenang.
Republik intelijen ini akan menimbulkan musuh baru yaitu rakyat sendiri.
Lantas, apa keuntungan intelijen ini jika mereka bekerja serampangan. Belum
lagi Dewan Keamanan Nasional (DKN) yang bisa dijadikan superbody untuk
melindungi status quo. Yang mengherankan DKN ini seperti aparat baru dan
pemerintahan dalam pemerintahan. Terkait hal ini yang paling dirugikan adalah
rakyat. Mereka dikibuli dan dikebiri untuk bisa memberi sumbangsih yang baik ke
negeri ini.
Pasal 23-29
terlihat tumpang tindih kebijakan. Presiden sebagai kepala negara tidak lagi
menjalankan peran dan fungsi sebagaimana mestinya. Jika di awal RUU, rakyat dan
masyarakat dilibatkan maka di pasal ini rakyat diabaikan. Peran mereka dikebiri
dan dimanfaatkan jika pemerintah mempunyai kepentingan semata. Apalagi jika
dilihat saat ini konflik horisontal antar warga di beberapa daerah. Hal ini
membuktikan bahwa peran dari aparat penegak hukum, pemerintah, dan rakyat tidak
menunjukan yang berarti. Lantas, siapa yang harus mempertangungjawabkannya.
Lagi-lagi yang dirugikan adalah rakyat. Sudah diminta bantuan jadi korban pula.
Repot??
Semakin banyak
lembaga yang dibentuk menunjukan pemerintah saat ini kehilangan arah. Membuang-
buang anggaran hanya untuk proyek yang tidak jelas. Badan-badan tersebut tidak
memberikan dampak kecuali sedikit. Misalnya BNPT dan BNN. BNPT malah menjadikan
islamopobia di tengah masyarakat. Stigma-stigma negatif kerap dialamatkan
kepada kelompok-kelompok Islam. Bahkan mengadudomba dengan ide
deradikalisasinya. Istilah teroris yang kerap dipakai dijadikan barang dagangan
untuk mengeruk kekayaan dan dana dari asing. BNN pun demikian. Pemberantasan
Narkoba tidak sampai menyentuh pada akarnya. Malahan pemerintah memberikan
contoh buruk penerapan hukum pada pelaku pengedar dan pemroduksi narkoba.
Mereka dibiarkan bebas dan diberi pengampunan.contoh kasus ola.
Pasal 30-37
terlihat arogansi pemerintah dalam pelaksanaan Kamnas. Terlihat presiden begitu
kuasa dalam menjalankan Kamnas dengan jajaran bawahannya. Lagi-lagi rakyat pun
diminta bantuan untuk melaksanakan kebijakan yang tidak pro-rakyat ini. Selama
ini dalam sistem rezim mana pun presiden seolah-olah menjadi ‘orang bersih’.
Jika presiden mengadopsi sistem politik dan hukum yang salah maka akan muncul
sikap otoriter. Ketidaksenangan seseorang (presiden) akan digunakan untuk
membungkam lawan politik atau siapa pun yang mengancam kedudukannya. Selama ini
pun, presiden tidak pernah tersentuh hukum walaupun banyak bukti yang mengarah
ke sana. Inilah sikap demokrasi yang culas dan menindas rakyat. Kita jangan
lupa begitu saja dengan kasus hukum di eksternal maupun internal partai.
Yang lebih parah
lagi jika rakyat dilibatkan, maka akan muncul keamanan baru berwujud
masyarakat. Apalagi mereka tidak memahami hukum yang benar. Bisa jadi malah
menimbulkan masalah baru berupa keributan dan tindakan anarkis atas nama
keamanan yang dilakukan masyarakat. RUU Kamnas juga memberikan legitimasi
masyarakat untuk melakukan tindakan pengamanan sebagaimana pemahaman yang
dimilikinya. Lagi-lagi tidak ada kejelasan standar.
Pasal 38-39
terkait keamanan laut dan udara. Ketidak jelasan instansi yang terkait pada
pasal tersebut akan menimbulkan polemik. Bisa jadi instansi itu swasta dalam
negeri, swasta asing, atau lembaga bentukan presiden. Hal yang berbahaya bagi
umat adalah kelemahan TNI AU dan TNI AL dalam hal alutista. Selama ini pun
rakyat tidak mendapat perlindungan keamanan dalam hal melaut dan melayar.
Rakyat dibiarkan melaut seadanya. Sementara banyak kapal-kapal asing yang
dengan mudah lolos dan memasuki perairan Indonesia. Tidak jarang wilayah udara
diobok-obok asing. Bahkan riset laut sering ilmuwan asing masuk dengan mudah
melalui kerjasama dengan lembaga riset dan pendidikan di Indonesia. Lantas
dimana perlindungan negara pada rakyat untuk memanfaatkan potensi yang
terkandung di bumi Indonesia? Akan tetapi banyak sekali argument yang
mengemukakan bahwa pertahanan di sektor kelautan yang demikian karena garis
komando yang belum memiliki power yang maksimal dalam memberikan instruksi.
Pasal 41-46
terkait penanggulangan ancaman. Kehadiran militer begitu kental. Sikap
militeristik seharusnya menjadi pelajaran bangsa ini. Semenjak Orde Baru
militer begitu arogan dan semena-mena. Bukan
hanya menihilismekan fisis, tapi juga metafisis. Contah dalam mengeluarkan
pendapat dan ide atau juga gagasan yang terpublikasi. Presiden menggunakan
tangan besinya atas nama menjaga nama baik dan pembangunan. Memang militer bisa
efektif menanggulangi ancaman, namun beban psikologis masyarakat tidak akan
bisa diobati. Ini harus jadi pembelajaran yang luarbiasa brow. Bisa jadi akan
muncul api dalam sekam. Dendam rakyat kepada pihak militer akan terpelihara.
Malahan inilah yang akan menghambat kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bagaimana negara menjadi aman jika konflik rakyat dan penguasa terjadi? Semua
merupakan kesalahan pemerintah yang abai pada pengurusan rakyatnya.
Pasal 49 terkait
pengawasan. Hal ini akan sangat merugikan rakyat. Pengawasan dalam bentuk apa
yang diinginkan? Bentuk pengawasan juga tidak jelas. Bisa jadi yang mengawasi
juga terkena statement ‘ancaman nasional’ karena mengoreksi penguasa. RUU
Kamnas bisa menjadi senjata makan tuan bagi rakyat. Selama ini pun pengawasan
begitu lengah dan tidak menyentuh akar persoalan. Bisa jadi ini hanya alasan
pemerintah saja untuk melibatkan dan menyembunyikan kepentingan RUU Kamnas yang
berbau otoriterisme. Militerisktik, dan pengabaian pada rakyat.
Pasal 50-51
terkait pendanaan Kamnas. Pendanaan ini pun akan memangkas uang yang seharusnya
digunakan untuk rakyat. APBN yang ada saat ini pun sarat dengan
kepentingan kelompok maupun perorangan. Lihatlah praktik-praktik kotor pejabat
yang duduk di badan anggaran. Korupsi pun kerap terjadi. Bahkan yang lebih
sadis subsidi rakyat sering dikurangi atas alasan pembebanan APBN. Lantas, cara
berpikir seperti apa dalam penggunaan APBN ini? Belum lagi ada instansi yang
boleh membantu dalam pebiayaan Kamnas. Yang jadi pertanyaan. Sebetulnya Kamnas
ini proyek siapa? Ataukah Asing begitu mudah menyetir dalam pembuatan RUU
Kamnas? Tak jarang lembaga asing sering menggunakan sentimen Kamnas untuk
intervensi kebijakan Kamnas di dalam negeri. Betul-betul sebuah penjajahan
sistemik.
Penutup
Beberapa catatan
kritis dan kritik di atas dapat disimpulkan jika yang dirugikan dari
pelaksanaan RUU Kamnas adalah rakyat. Cara logika seperti apa yang dibuat
pemerintah jika mereka mengatasnamakan rakyat dalam membuat RUU yang kemudian
RUU itu menindas rakyat? Hal ini menunjukkan demokrasi yang diagungkan
tidak layak dalam mengatur urusan rakyat.
Asing atau
lembaga internasional akan mudah masuk untuk mengatur urusan Kamnas. Belum ada
RUU Kamnas saja mereka masuk melalui pelatihan anti-teror dengan mendanai dan
mempersenjatai aparat keamanan. RUU Kamnas akan semakin menambah deret RUU dan
UU yang bertujuan untuk membungkam suara rakyat akan arti sebuah kesejahteraan.
Ketika rakyat protes dan berontak menunjukkan pemerintah tidak lagi cinta kasih
pada rakyatnya. Pengabaian dan pembiaran kerap terjadi.
Maka dengan tegas
RUU Kamnas dan RUU yang lain buatan dari sistem demokrasi pasti membawa
kehancuran. Kepentingan kelompok, individu, maupun kekuasaan sering
diuntungkan. Rakyat kian memble dan kece. Belum lagi UU yang sudah ada pun
sarat dengan kepentingan asing dan pro liberalisme. Yang seharusnya dilakukan
penguasa Negeri ini adalah dengan memberikan kebijakan yang benar- benar
mencerminkan demokrasi dalam arti yang sebenarnya. Semangat reformasi yang
selalu dinamis dan tampil dengan wajah dan semangat baru.
Sekian
Referensi :
///kompasiana.com
///:pdf.UU TNI
///:okezone.com
Muhammad Fajril
TEMPO.CO, Jakarta - Instruksi presiden tentang Peningkatan Efektivitas Penanganan
Gangguan Keamanan Dalam Negeri dinilai bukanlah solusi untuk menuntaskan
konflik agraria. "Inpres hanya menuntaskan konflik di permukaannya
saja," ujar pakar hukum agraria Universitas Gadjah Mada (UGM), Maria S.W
Sumardjono, di Jakarta, 7 Februari 2013.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin 28 Januari 2013 menandatangani Inpres Nomor 2 Tahun 2013 tentang Peningkatan Efektivitas Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri.
Inpres itu menyatakan kepala daerah memiliki wewenang untuk meminta Kepolisian dan TNI jika ada ancaman. "Inpres hanya terpusat di kabinet dan kepala daerah. Memangnya bagaimana cara menteri membantu mengatasi konflik?" ucap Maria. Untuk itu, kata dia, Inpres Kamnas perlu direvisi.
Revisi diharapkan berisi informasi yang sifatnya empiris mengenai tingkat urgensi dari adanya peraturan, di antaranya memuat apakah terkait dengan eskalasi konflik atau tidak.
Menurut Maria, penyelesaian konflik tak dapat diatasi dari sisi keamanan. "Pendekatan jangan hanya keamanan, masih ada masalah lain, misalnya berhubungan dengan transmigrasi," ucapnya.
Melalui Inpres Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri tersebut, kepala daerah diminta tidak ragu-ragu untuk bertindak mengatasi konflik komunal di daerahnya. Menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, pada akhir Januari lalu, tiap kepala daerah memiliki tugas untuk mengenal karakteristik daerah masing-masing.
Terdapat peta konflik dan penanganan dini bila ada konflik. "Potensi konflik mulai dari agama, konflik antar etnis, residu politik di pilkada, pemahaman terhadap aturan, politik uang, kecemburuan sosial, agraria, ketimpangan ekonomi hingga yang sepele seperti perkelahian pelajar atau pemuda yang menyebabkan perkelahian antarkampung seperti di Sumbawa," kata Djoko.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin 28 Januari 2013 menandatangani Inpres Nomor 2 Tahun 2013 tentang Peningkatan Efektivitas Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri.
Inpres itu menyatakan kepala daerah memiliki wewenang untuk meminta Kepolisian dan TNI jika ada ancaman. "Inpres hanya terpusat di kabinet dan kepala daerah. Memangnya bagaimana cara menteri membantu mengatasi konflik?" ucap Maria. Untuk itu, kata dia, Inpres Kamnas perlu direvisi.
Revisi diharapkan berisi informasi yang sifatnya empiris mengenai tingkat urgensi dari adanya peraturan, di antaranya memuat apakah terkait dengan eskalasi konflik atau tidak.
Menurut Maria, penyelesaian konflik tak dapat diatasi dari sisi keamanan. "Pendekatan jangan hanya keamanan, masih ada masalah lain, misalnya berhubungan dengan transmigrasi," ucapnya.
Melalui Inpres Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri tersebut, kepala daerah diminta tidak ragu-ragu untuk bertindak mengatasi konflik komunal di daerahnya. Menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, pada akhir Januari lalu, tiap kepala daerah memiliki tugas untuk mengenal karakteristik daerah masing-masing.
Terdapat peta konflik dan penanganan dini bila ada konflik. "Potensi konflik mulai dari agama, konflik antar etnis, residu politik di pilkada, pemahaman terhadap aturan, politik uang, kecemburuan sosial, agraria, ketimpangan ekonomi hingga yang sepele seperti perkelahian pelajar atau pemuda yang menyebabkan perkelahian antarkampung seperti di Sumbawa," kata Djoko.